Jumat, 06 November 2015

Permasalahan Masyarakat Dengan Pemerintah Terhadap Peraturan Daerah (PERDA) RTRW Kota Depok


Oleh :


Rexy Kurnia

3TB06



Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Jurusan Teknik Arsitektur

Universitas Gunadarma

2015






KATA PENGANTAR


Puji dan syukur selamanya kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat taofik dan hidayah-Nya kita masih dapat beraktivitas seperti biasa.

Alhamdulilah saya dapat menyelesaikan penulisan ilmiah ini yang bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah softskill, Hukum dan Pranata Pembangunan.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada sema pihak yang telah membantu pembuatan penulisan ilmiah ini sehingga saya dapat menyelesaikan tepat waktunya.

Saya menyadari bahwa penulisan ilmiah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan penyusun penulisan ilmiah ini.

Akhirnya semoga penulisan ilmiah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuna untuk kita semua. Aamiin



            Depok, 14 Oktober 2015







BAB I

PENDAHULUAN


I.I Latar Belakang

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang – Undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (Gubernur atau bupati / walikota). Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang – undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota, yang berlaku di kabupaten / kota tersebut. Perda Kabupaten / Kota dengan persetujuan bersama Bupati / Walikota. Perda Kabupaten / kota tidak subordinat terhadap Perd Provinsi.

Kota Depok adalah Kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kota depok memiliki berbagai kecamatan yang tersebar, yaitu Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Limo, Kecamatan Cinere, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Bojongsari. Saya  menemukan satu perda yang dibuat sebaik mungkin tetapi terdapat masalah dalam pelaksanaanya, salah satunya adalah masalah yang ada di Kecamatan Sawangan, Kelurahan Pasir Putih terkait perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Masalah tersebut saya kutip dari berita yang tersebar di internet dan oleh sebab itu saya akan membahas masalah tersebut dalam penulisan ilmiah ini.


I.II Perumusan Masalah

            I.II.I      Masalah apa yang terjadi di Kelurahan Pasir Putih, Depok?

            I.II.II     Peraturan daerah apa yang membuat demo warga terhadap pemerintah?

            I.II.III    Apa penengah dari masalah tersebut?






BAB II

PEMBAHASAN


Berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, maka status Kota Depok berubah menjadi Kota hingga ditetapkannya Hari Jadi Kota Depok pada tanggal 27 April 1999.

Berdasarkan hal tersebut, dirasakan perlu disusun suatu Rencana Tata Ruang Kota yang strategis, guna mewujudkan perencanaan Kota yang terpadu dan terarah. Karena itu perlu dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok berfungsi sebagai pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam lingkup Kota Depok.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok atau sering disebut sebagai RTRW Kota Depok 2000-2010 disusun berazaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta mengandung nilai-nilai keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok meliputi :

-          Kebijakan, pendekatan, dan strategi pengembangan tata ruang untuk tercapainya tujuan pemanfaatan ruang yang berkualitas.

-          Tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

-          Struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok.

-          Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok


Berikut adalah berita yang saya kutip dari internet mengenai tidak konsistennya pemerintaha terhadap pelaksaanan Peraturan Daerah (PERDA) khusunya menyangkut RTRW Kota Depok:


“Balaikota Depok didemo ratusan massa yang menolak perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, Depok. Penolakan ratusan massa ini berasal dari warga Kelurahan Pasir Putih karena merasa paling merasakan dampak dari keberadaan TPA itu. Aksi demo ratusan massa itu berkaitan dengan rencana Pemerintah Kota Depok yang akan memperluas lahan TPA Cipayung seluas 6 hektar hingga ke Kelurahan Pasir Putih, Sawangan. Perluasan ini dilakukan karena TPA Cipayung diperkirakan tidak bisa menampung sampah lagi pada 2014 mendatang.

Rencana Pemerintah Kota Depok yang ingin memperluas lahan TPA Cipayung ke Wilayah Kelurahan Pasir Putih mengacu pada dasar hukum Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok 2012-2032. Dalam Perda tersebut di pasal 64 ayat (1) huruf (o) dan huruf (p) menyatakan tentang penataan dan pengembangan TPA Cipayung, TPA Pasir Putih dan UPS di seluruh Wilayah Kota. Serta Pembangunan Buffer Zone atau kawasan penyanggah di TPA Cipayung dan TPA Pasir Putih.

Melalui dasar hukum ini maka Pemerintah Kota Depok tetap ingin melanjutkan rencana perluasan lahan pengembangan TPA Cipayung ke TPA Pasir Putih, Apalagi pejabat terkait sudah mengatakan bahwa rencana pembangunan ini sudah disosialisasikan sebelumnya pada masyarakat.

Pertanyaannya, sosialisasi apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah Kota Depok ? Apakah sosialisasinya dalam bentuk pemberitahuan setelah Perda RTRW Kota Depok disahkan atau sosialisasinya dilakukan sebelum Perda RTRW Kota Depok ini disahkan oleh DPRD Kota Depok. Terkait sosialisasi, faktanya dalam aksi demo di Balai Kota Depok, masyarakat justru menanyakan dimana sosialisasinya dan kapan dilakukan. fakta ini membuktikan bahwa sosialisasi yang dimaksud itu ternyata tidak ada sama sekali.

Bagi masyarakat Kelurahan Pasir Putih yang keberatan terhadap pembangunan TPA Pasir Putih, masih ada upaya hukum yang harus dilakukan yakni dengan melakukan Judicial Review ke Mahkmah Agung (MA) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok 2012-2032. Walaupun sebenarnya ada dua lembaga yang berwenang mereview. Pertama, berdasarkan Pasal 145 UU No 32 Tahun 2004 berikut perubahannya, ada kewajiban mengirimkan semua Perda yang sudah ditandatangani oleh Kementerian Dalam Negeri. Dalam dua bulan, Kementerian Dalam Negeri sudah bisa mereview. Kalau misalnya Perda tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka Perda tersebut bisa dibatalkan. Kemudian yang kedua oleh Mahkamah Agung (MA), melalui mekanisme Judicial Review.

Menurut catatan penulis, Perda RTRW Kota Depok 2012-2032 memang banyak kekurangannya, Perencanaannya tidak berdasarkan kajian yang jelas dan terukur. Bagaimana pembangunan bisa berjalan dengan baik bila RTRW-nya tidak baik, Apalagi RTRW itu adalah sokoguru pembangunan. Karena itu untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari akibat perencanaan RTRW yang amburadul, baiknya Perda tersebut dibatalkan karena dalam mekanisme penyusunannya belum memenuhi unsur kelayakan hingga cenderung berpotensi cacat hukum.

Terkait dengan perencanaan yang tidak baik, misalkan sekedar contoh, dalam perda RTRW Kota Depok 2012-2032, Kecamatan Sukmajaya tidak termasuk dalam kawasan rawan banjir, dalam Perda RTRW tersebut di pasal 43, paragraf 6 tentang Kawasan rawan Banjir, pada ayat (2) menyatakan bahwa Kawasan Rawan banjir meliputi, Kelurahan depok, Kelurahan mampang, Kelurahan cimanggis, Kelurahan Sawangan, Kelurahan Kalimulya dan Kelurahan Cipayung

Sedangkan berdasarkan catatan penulis, bahwa di Kecamatan Sukmajaya terdapat 61 titik Kawasan Rawan Banjir yang tersebar di enam Kelurahan di Wilayah Kecamatan Sukmajaya. Ke-61 titik rawan banjir tersebut terbagi dalam dua kategori kawasan, pertama adalah Kawasan Sangat Rawan Banjir (KSRB) dan kedua adalah Kawasan Rawan Banjir (KRB).

Berikut ini adalah 61 titik rawan banjir yang tersebar di enam Kelurahan di Wilayah Kecamatan Sukmajaya Kota Depok : Kelurahan Sukmajaya ada 15 titik rawan banjir, Kelurahan Mekarjaya ada 7 titik rawan banjir, Kelurahan Baktijaya ada 10 titik rawan banjir, Kelurahan Abadijaya ada 8 titik rawan banjir, Kelurahan Tirtajaya ada 16 titik rawan banjir dan Kelurahan Cisalak ada 5 titik rawan banjir.

Titik rawan banjir tersebut umumnya terjadi karena sistem drainase yang tidak berfungsi secara optimal dan tersumbatnya saluran-saluran air akibat membuang sampah sembarangan. Dan faktor lainnya adalah terkait dengan struktur tanah pada pemukiman dataran rendah”


Hal-hal yang bisa menjadi penengah dalam masalah tersebut

Merencanakan Peraturan Daerah tentunya harus berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Apalagi dalam setiap pembuatan Peraturan Daerah selalu tercantum muatan di Konsideran mengingat yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memuat unsur filosofis, yuridis dan sosiologis. Dalam Konsideran mengingat pada Perda RTRW Kota Depok 2012-2032 tercantum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat.

Dalam Konsideran itu menyatakan dengan jelas bahwa Perencanaan Tata Ruang Wilayah harus melibatkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang, Pasal (2) menyatakan bahwamasyarakat berperan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan hak dan kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Begitu juga dalam Pasal 5 huruf (a,b,c) menyatakan bahwa peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Selanjutnya dalam pasal (7) ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam perencanaan tata ruang dapat secara aktif melibatkan masyarakat. dan ayat (2) menyatakan bahwa masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah yang terkena dampak langsung dari kegiatan penataan ruang, yang memiliki keahlian di bidang penataan ruang, dan/atau yang kegiatan pokoknya di bidang penataan ruang.

Sangat jelas dinyatakan bahwa dalam proses Perencanaan Tata Ruang Wilayah Khususnya tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok, Peran serta masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja. Apabila Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah atau Perda RTRW Kota Depok 2012-2032 dalam perencanaannya tidak melibatkan peran serta masyarakat, maka Peraturan Daerah tersebut dapat dinyatakan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan melanggar hukum atau boleh dikatakan Perda tersebut cacat hukum alias tidak sah.






BAB III

PENUTUP


III.I       Kesimpulan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang selanjutnya disingkat RTRW Kota Depok adalah strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota yang disahkan oleh DPRD Kota Depok melalui Peraturan Daerah. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat berbagai masalah yang berdampak adanya aksi demonstrasi masyarakat di Kecamatan Sawangan, Kelurahan Pasir Putih.

Pada dasarnya setiap yang dilakukan pemerintah terhadap PERDA, haruslah ada sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat, karna bagaimanapun Negara Indonesia adalah Negara Demokrasi, dimana kekuasaan berada ditangan rakyat.

Hal itu juga disampaikan dalam Konsideran yang menyatakan dengan jelas bahwa Perencanaan Tata Ruang Wilayah harus melibatkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang, Pasal (2) menyatakan bahwamasyarakat berperan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan hak dan kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.




DAFTAR PUSTAKA


https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Depok

https://id.wikipedia.org/wiki/RTRW_Kota_Depok

http://agussutondomediacenter.blogspot.co.id/2013/09/rencana-tata-ruang-wilayah-kota-depok.html

Kamis, 05 November 2015

PROSES DAN MEKANISME PENYUSUNAN RTRW PROPINSI

PROSES DAN MEKANISME
PENYUSUNAN RTRW PROPINSI



3.1 PROSES PENYUSUNAN RENCANA

Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi meliputi tahapan-tahapan berikut:
- Persiapan penyusunan;
- Peninjauan kembali RTRW Propinsi sebelumnya;
- Pengumpulan data dan informasi;
- Analisis;
- Konsepsi atau perumusan konsep rencana;
- Legalisasi rencana menjadi Peraturan Daerah.

3.1.1 Persiapan Penyusunan

Dalam tahapan persiapan ini, dilakukan beberapa kegiatan yang akan menunjang kelancaran penyusunan RTRW Propinsi, yaitu :
1. Menyusun kerangka acuan kerja atau Terms of Reference (TOR) termasuk di dalamnya agenda pelaksanaan dan tenaga ahli yang diperlukan;
2. Membentuk tim pelaksana yang terdiri dari tim pengarah, tim teknis, dan tim supervisi;
3. Menyiapkan kelengkapan administrasi;
4. Menyiapkan pengadaan jasa konsultansi;

Pedoman Penyusunan RTRW Propinsi III-1
5. Menyusun program kerja dan tim ahli apabila akan dilakukan secara swakelola;
6. Persiapan teknis, antara lain meliputi perumusan substansi secara garis besar, penyiapan checklist data dan kuesioner, penyiapan metode pendekatan dan peralatan yang diperlukan;
7. Perkiraan biaya penyusunan RTRW Propinsi.

3.1.2 Peninjauan Kembali RTRW Propinsi Sebelumnya

Apabila propinsi sudah mempunyai RTRW Propinsi dan diperlukan suatu peninjauan kembali maka dilakukan evaluasi terhadap RTRW tersebut yang mencakup aspek-aspek berikut:
1. Kelengkapan data;
2. Metodologi yang digunakan;
3. Kelengkapan isi rencana dan peta rencana;
4. Tinjauan terhadap pemanfaatan rencana;
5. Tinjauan pengendalian;
6. Kelembagaan;
7. Aspek legalitas;
8. Proses penyusunan rencana.

Evaluasi tersebut pada dasarnya untuk menilai tingkat kesahihan rencana, pengaruh faktor eksternal, dan simpangan rencana sebagaimana dijelaskan dalam Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Propinsi dan digunakan sebagai masukan Pedoman Penyusunan RTRW Propinsi III-2
bagi penentuan langkah-langkah perbaikan rencana.

3.1.3 Pengumpulan Data dan Informasi

Tahap ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi kondisi awal wilayah dan kecenderungan perkembangannya. Data dan informasi tersebut berdasarkan runtun waktu (time series). Data dan informasi yang dikumpulkan dan diolah secara umum mencakup:
a. Data dan peta kebijaksanaan pembangunan;
b. Data dan peta kondisi sosial ekonomi;
c. Data dan peta sumberdaya manusia;
d. Data dan peta sumberdaya buatan;
e. Data dan peta sumberdaya alam;
f. Data dan peta penggunaan lahan;
g. Data kelembagaan.
3.1.4 Analisis

Analisis dilakukan untuk memahami kondisi unsur-unsur pembentuk ruang serta hubungan sebab akibat terbentuknya kondisi ruang wilayah, dengan memperhatikan kebijaksanaan pembangunan wilayah yang ada. Analisis yang dilakukan meliputi analisis terhadap kondisi sekarang dan kecenderungan di masa depan dengan menggunakan data dan informasi yang dikumpulkan dalam proses pengumpulan data dan informasi. Aspek-aspek yang dianalisis meliputi:
Pedoman Penyusunan RTRW Propinsi III-3
a. Analisis kebijakan dan strategi pengembangan propinsi;
b. Analisis regional;
c. Analisis ekonomi dan sektor unggulan;
d. Analisis sumberdaya manusia;
e. Analisis sumberdaya buatan;
f. Analisis sumberdaya alam;
g. Analisis sistem permukiman;
h. Analisis penggunaan lahan;
i. Analisis kelembagaan.

3.1.5 Perumusan Konsep RTRW Propinsi

Perumusan konsep RTRW Propinsi diawali dengan identifikasi potensi dan masalah pembangunan. Identifikasi potensi dan masalah pemanfaatan ruang tidak hanya mencakup perhatian pada masa sekarang namun juga potensi dan masalah yang akan mengemuka di masa depan. Identifikasi dari potensi dan masalah tersebut membutuhkan terjalinnya komunikasi antara perencana dengan representasi masyarakat yang akan terpengaruh oleh rencana.

Langkah berikutnya adalah perumusan tujuan pemanfaatan ruang wilayah propinsi dan perumusan strategi dan kebijakan tata ruang propinsi. Rumusan konsep RTRW Propinsi yang dilengkapi peta-peta dengan tingkat ketelitian skala 1:250.000 mencakup:
Pedoman Penyusunan RTRW Propinsi III-4
1. Arahan Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang;
2. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya;
3. Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Kawasan Perkotaan, dan Kawasan Tertentu;
4. Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman, Kehutanan, Pertanian, Pertambangan, Perindustrian, Pariwisata dan Kawasan Lainnya;
5. Arahan Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Perdesaan dan Perkotaan;
6. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah yang Meliputi Prasarana Transportasi, Telekomunikasi, Energi, Pengairan dan Prasarana Pengelolaan Lingkungan;
7. Arahan Pengembangan Kawasan yang Diprioritaskan;
8. Arahan Kebijaksanaan Tata Guna Tanah, Tata Guna Air, Tata Guna Udara, dan Tata Guna Sumber Daya Alam Lainnya.

3.2 KELEMBAGAAN DALAM PROSES PENYUSUNAN

Bentuk-bentuk kelembagaan yang terlibat dalam proses penyusunan RTRW Propinsi dapat berbeda antara satu propinsi dengan propinsi lainnya sesuai dengan ciri, kondisi, dan kebutuhan
Pedoman Penyusunan RTRW Propinsi III-5
propinsi serta seiring dengan penerapan Otonomi Daerah. Namun demikian, kelembagaan penataan ruang yang melibatkan berbagai pihak tersebut dapat dikelompokkan sebagai lembaga formal pemerintahan, lembaga fungsional, dan lembaga non-formal.

3.2.1 Lembaga Formal Pemerintahan

Unit yang diberikan tanggung jawab utama atas penataan ruang di daerah pada umumnya adalah lembaga yang ditunjuk oleh Gubernur yang biasanya berada di lingkungan Bappeda, Dinas PU/Kimpraswil atau Dinas Tata Ruang.

3.2.2 Lembaga Fungsional

Dalam penyusunan RTRW Propinsi, diperlukan suatu tim adhoc yang mempunyai tugas memberikan arahan terhadap pihak yang menyusun RTRW Propinsi dan sekaligus sebagai penanggungjawab substansi rencana. Tim ini umumnya melibatkan unsur-unsur dari pemerintah yang terdiri Bappeda, Dinas PU/Kimpraswil/Tata Ruang, BPN, BKPMD, perguruan tinggi, dan instansi terkait lainnya.

3.2.3 Organisasi Kemasyarakatan

Selain lembaga-lembaga di atas, penyusunan RTRW Propinsi perlu melibatkan organisasi kemasyarakatan yang umumnya berupa Pedoman Penyusunan RTRW Propinsi III-6
representasi dari unsur-unsur masyarakat dan berfungsi sebagai wadah bagi penyaluran aspirasi masyarakat. Contoh dari lembaga-lembaga non-formal adalah LSM, Forum Pemerhati Penataan Ruang, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

3.3 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN

Dalam proses penyusunan RTRW Propinsi, peran serta masyarakat harus terlibat dalam seluruh proses dimulai dari tahap persiapan sampai pada tahap pengesahan. Untuk itu, Pemerintah Propinsi harus selalu mengundang representasi masyarakat (misal: anggota DPRD, LSM, Forum Kota, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, ikatan profesi) untuk ikut terlibat dalam setiap tahapan penyusunan RTRW Propinsi.
Bentuk-bentuk peran serta masyarakat dalam penyusunan RTRW Propinsi dapat berupa:
a. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan;
b. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan;
c. Pemberian masukan dalam perumusan RTRW Propinsi;
d. Pemberian informasi atau pendapat dalam pernyusunan strategi penataan ruang;
e. Pengajuan keberatan atau sanggahan terhadap rancangan RTRW Propinsi;
Pedoman Penyusunan RTRW Propinsi III-7
f. Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;
g. Bantuan tenaga ahli.

3.3.1 Peran Serta Masyarakat dalam Persiapan Penyusunan

Wujud peran serta masyarakat dalam persiapan penyusunan dimulai dengan mengetahui penyusunan RTRW Propinsi melalui pengumuman. Pengumuman tersebut menjadi kewajiban dari pihak Pemerintah Propinsi, dan dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik, dan forum pertemuan.

3.3.2 Peran Serta Masyarakat dalam Penyusunan Rencana

Peran serta masyarakat dalam tahap penyusunan rencana dapat dilakukan pada langkah-langkah penentuan arah pengembangan, identifikasi potensi dan masalah pembangunan, perumusan rencana, hingga penetapan rencana (melalui DPRD Propinsi). Peran serta tersebut berbentuk pemberian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan serta pemberian data atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Tindak lanjut dari masukan tersebut menjadi kewajiban dari pihak Pemerintah Propinsi yang dapat diwujudkan melalui pembahasan yang dilakukan dalam forum
Pedoman Penyusunan RTRW Propinsi III-8

pertemuan yang lebih luas dengan melibatkan para pakar dan tokoh masyarakat bersama Pemerintah Propinsi. Instansi yang berwenang selanjutnya menyempurnakan Rancangan RTRW Propinsi dengan memperhatikan saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dari masyarakat dan hasil pembahasan dalam forum pertemuan.

3.4 PROSES LEGALISASI RTRW PROPINSI

Penetapan RTRW Propinsi menjadi Peraturan Daerah dilakukan oleh DPRD Propinsi. Langkah awal dari proses penetapan RTRW Propinsi dimulai dengan mempresentasikan konsep akhir rencana tata ruang oleh tim penyusun di hadapan DPRD Propinsi untuk dibahas sebagai rancangan Perda. Selanjutnya, konsep rencana tata ruang yang telah disempurnakan ditetapkan sebagai suatu Perda melalui sidang paripurna DPRD Propinsi.

3.5 PELAPORAN PENYUSUNAN RTRW PROPINSI

Pelaporan penyusunan RTRW Propinsi secara bertahap terdiri dari:
a. Laporan Pendahuluan (Inception Report);
b. Fakta dan Analisis;
c. Konsep Rencana;
d. Rencana;
e. Album Peta.
Pedoman Penyusunan RTRW Propinsi III-9

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR ... TAHUN …
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH 2030
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,


Menimbang :

a. bahwa kedudukan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyebabkan ruang wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berfungsi sebagai ruang ibukota negara, maka pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna sesuai kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta terjaga keberlanjutannya untuk masa kini dan masa datang;
b. bahwa wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan bagian kawasan stategis nasional, maka perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan secara terpadu dengan kawasan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur);
c. bahwa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana kota-kota besar lain di dunia menghadapi tantangan global, khususnya pemanasan global (Global Warming) dan perubahan iklim (Climate Change) yang membutuhkan aksi perubahan iklim (Climate Action), baik aksi adaptasi maupun aksi mitigasi yang perlu dituangkan dalam penataan ruang;
d. bahwa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berada dalam daerah delta (Delta City) sehingga pengarusutamakan tantangan dan kendala daerah delta melalui pengelolaan tata air, analisa resiko bencana, dan perbaikan ekosistem, harus menjadi perhatian utama dalam penataan ruang;
e. bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 habis masa berlakunya pada tahun 2010, perlu menetapkan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah untuk jangka waktu sampai dengan tahun 2030;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3318);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4421);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839), sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
11. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
13. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
14. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
15. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
16. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
17. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
18. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
19. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
20. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
21. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490);

Selengkapnya download disini

Rencana Strategis DKI Jakarta 2013-2017

KATA PENGANTAR

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan perlu adanya satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan bagi unsur penyelenggara negara dan masyarakat, baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Konsekuensi dari amanat tersebut adalah bahwa setiap instansi pemerintah wajib menyusun Rencana Strategis (Renstra), sebagai dokumen perencanaan bagi instansi pemerintah yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing Instansi Pemerintah.
Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta sebagai salah satu dinas unsur pelayanan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta, menyusun Rencana Strategis (Renstra) dalam rangka melaksanakan berbagai program kegiatan yang telah digariskan oleh RPJMD Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan tugas dan fungsi yang diamanatkan pada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. Terkait dengan masa bakti Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 – 2017, maka Renstra Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta ini merupakan pedoman bagi penyusunan Rencana Kerja Tahunan selama kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan, yaitu Tahun 2013 – 2017.
Kami menyadari bahwa Renstra yang dibuat ini tidak akan pernah benar-benar sempurna. Oleh sebab itu dalam pelaksanaannya kelak kami mengharapkan saran dan masukan dari para stakeholders agar visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan rencana kegiatan dalam Renstra ini dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.


Jakarta,    April 2013

Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta




H. SUBEJO, SH., M.Si
NIP  196104101985031011







DAFTAR ISI

BAB I       Pendahuluan

1.1 Latar Belakang,

1.2 Landasan Hukum,

1.3 Maksud dan Tujuan

1.4 Sistematika Penulisan

Bab II       Gambaran Pelayanan SKPD

2.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi SKPD

2.2 Sumber Daya SKPD

2.3 Kinerja Pelayanan SKPD

2.4 Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan SKPD

Bab III     Isu-isu Strategis Berdasarkan Tugas dan Fungsi

3.1 Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih

3.2 Telaahan Renstra K/L        

3.3 Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah

3.4 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD

3.5 Penentuan Isu-isu Strategis

Bab IV     Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kebijakan

4.1 Visi dan Misi SKPD

4.2 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah SKPD

4.3 Strategi dan Kebijakan SKPD

Bab V       Rencana Program dan Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok Sasaran, dan Pendanaan Indikatif

Bab VI     Indikator Kinerja SKPD Yang Mengacu Pada Tujuan dan Sasaran RPJMD

Bab VII    Kaidah Pelaksanaan





BAB I  PENDAHULUAN



1.1        Latar Belakang

Mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah, perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional yang dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangannya, berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah sesuai dinamika pembangunan.
Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan kepada Satuan Kerja Pemerintahan Daerah (SKPD) untuk menyusun Rencana Strategis (Renstra), dengan koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan daerah.
Dokumen Rencana Strategis (Renstra) berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) serta dengan memperhatikan RPJM Nasional.
Berdasarkan hal tersebut maka Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta bersama-sama dengan para pejabat struktural dan staf Dinas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta menyusun Rencana Strategis Tahun 2013-2017 yang merupakan dokumen perencanaan lima tahunan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta; yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di bidang Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan berdasarkan kondisi dan potensi daerah di Provinsi DKI Jakarta.


1.2        Landasan Hukum

Dasar hukum penyusunan Renstra Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, mencakup:

·            Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

·              Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

·              Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008;

·              Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.

·              Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);

·              Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

·              Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;

·             Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

·              Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupatern/Kota;

·             Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);

·             Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

·             Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Sebagaimana telah diatur beberapa kali, diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;

·              Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

·             Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2008 Nomor 5);

·             Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di Wilayah Provinsi DKI Jakarta

·             Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah;

·             Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 14 tahun 2011 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran Terpadu.

·             Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta.

·             Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2007 Tentang  Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Penanggulangan Bahaya Kebakaran

·             Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 96 Tahun 2009 Tentang  Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana

·             Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 137 Tahun 2010 Tentang  Pembentukan dan Tata Kerja Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kebakaran dan Penanggulangan Bencana.

·             Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2010 Tentang  Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Bengkel Induk.

·             Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 146 Tahun 2010 Tentang  Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Laboratorium Kebakaran dan Penanggulangan Bencana.

1.3         Maksud dan Tujuan

Secara garis besar maksud dan tujuan Renstra SKPD minimal mencakup:

·           Acuan dalam melaksanakan rencana pembangunan

·           Pedoman dalam menyusun Renja SKPD

·           Acuan dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja SKPD

  

1.4        Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Renstra  Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 ini terdiri dari 7 (tujuh) bagian sesuai dengan Permendagri No 54 tahun 2010, yaitu:

BAB I       Pendahuluan mencakup: Latar Belakang, Landasan Hukum, Maksud dan Tujuan, Sistematika Penulisan

Bab II     Gambaran Pelayanan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta mencakup: Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, Sumber Daya Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, Kinerja Pelayanan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta

Bab III     Isu-isu Strategis Berdasarkan Tugas dan Fungsi mencakup:       Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih,Telaahan Renstra K/L,            Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah, Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta dan Penentuan Isu-isu Strategis

Bab IV     Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kebijakan mencakup: Visi dan Misi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, Strategi dan Kebijakan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta

Bab V       Rencana Program dan Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok Sasaran, dan Pendanaan Indikatif

Bab VI     Indikator Kinerja Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta Yang Mengacu Pada Tujuan dan Sasaran RPJMD

Bab VII    Kaidah Pelaksanaan



BAB II   GAMBARAN PELAYANAN SKPD

2.1        Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi SKPD

Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas melaksanakan pencegahan, pemadaman kebakaran dan Penyelamatan
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta, menjalankan fungsi
a.       penyusunan, dan pelaksanaan rencana kerja dan anggaran Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana;
b.       perumusan kebijakan teknis pelaksanaan pencegahan, pemadaman kebakaran dan Penyelamatan;
c.       pelaksanaan upaya pencegahan, pemadaman kebakaran dan Penyelamatan;
d.       pertolongan pertama dan Penyelamatan pada kebakaran dan kejadian bencana termasuk pelaksanaan pelayanan ambulans darurat dan/atau evakuasi;
e.       pengawasan dan pengendalian peredaran barang dan bahan yang mudah terbakar;
f.        pengadaan, pemeliharaan, perawatan dan pemanfaatan sumber air dan/atau bahan-bahan lain, prasarana dan sarana pemadaman kebakaran dan Penyelamatan;
g.       pemberdayaan masyarakat di bidang usaha pencegahan, pemadaman kebakaran, dan Penyelamatan;
h.       pemegang komando dan koordinasi dalam operasi pemadaman kebakaran dan Penyelamatan;
i.         penelitian dan pengujian bahan kebakaran di laboratorium;
j.         penyelidikan sebab-sebab kebakaran atau bencana lain bekerjasama dengan instansi terkait;
k.       pengoordinasian dan bimbingan teknis upaya pencegahan, pemadamankebakaran dan Penanggulangan Bencanapada instansi pemerintah, swastadan/atau masyarakat;
l.         pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dan/atau tenaga bantuan pemadam kebakaran dan Penyelamatan;
m.    monitoring dan evaluasi ketersediaan dan kelaikan sistem proteksi kebakaran dan Penyelamatan jiwa pada gedung/kantor pemerintah/swasta/masyarakat.
n.       standarisasi prasarana dan sarana pemadam kebakaran dan Penyelamatan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta;
o.       penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kebakaran dan Penyelamatan;
p.       penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana pemadam kebakaran dan Penyelamatan;
q.       pemberian dukungan teknis kepada masyarakat dan perangkat daerah;
r.        pengelolaan kepegawaian, keuangan, barang, dan ketatausahaan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana; dan
s.        pelaporan, dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi.

Secara umum Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta tersebut dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu Pencegahan Kebakaran; Pemadaman Kebakaran; dan Penyelamatan.

1.      Pencegahan Kebakaran
Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana dalam usaha-usaha pencegahan kebakaran melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a)      Pembinaan teknis pencegahan kebakaran
·         Melakukan kompilasi peraturan dan sumber-sumber yang berkaitan dengan bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
·         Memberikan pelayanan teknis  upaya pencegahan kebakaran kepada masyarakat;
·         Menyiapkan bahan persetujuan terhadap perancangan keselamatan kebakaran bangunan gedung serta  pengangkutan dan pergudangan bahan berbahaya;
·         Memproses pemberian rekomendasi kegiatan usaha kepada perorangan dan atau badan hukum yang memproduksi, memasang, mendistribusikan, memperdagangkan atau mengedarkan segala jenis alat pencegah dan pemadam kebakaran.
·         Melaksanakan registrasi terhadap pengkaji teknis, instalatur, konsultan, kontraktor bangunan gedung bidang keselamatan kebakaran dan atau proteksi kebakaran.
b)     Melakukan tugas inspeksi
·         Melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap penerapan persyaratan keselamatan kebakaran pada bangunan gedung dalam masa konstruksi;
·         Melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan uji coba terhadap persyaratan pencegahan kebakaran pada bangunan gedung baru, penyimpanan dan penggunaan serta pengangkutan bahan berbahaya  sebelum digunakan;
·         Menyiapkan pemberian rekomendasi sebagai bahan penerbitan sertifikat laik fungsi untuk bangunan gedung baru atau sertifikat keselamatan kebakaran untuk bangunan gedung lama;
·         Menyiapkan pemberian persetujuan sebagai bahan penerbitan izin laik pakai kendaraan angkutan bahan berbahaya.
·         Melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan verifikasi terhadap hasil pemeriksaan berkala pengkaji teknis bangunan gedung;
c)      Melakukan penindakan
·         melaksanakan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan sewaktu-waktu terhadap kondisi kesiapan keselamatan kebakaran pada bangunan gedung dan penyimpanan, penggunaan serta pengangkutan bahan berbahaya;
·         melaksanakan, koordinasi dan kerjasama penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan pencegahan dan penanggulangan kebakaran

2.      Pemadaman Kebakaran
Pemadaman kebakaran merupakan tindaklanjut dari kegagalan usaha-usaha pencegahan kebakaran. Dalam melakukan pemadaman kebakaran, petugas pemadam kebakaran dihadapkan pada situasi extreme yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja, dengan kata lain sangat beresiko tinggi. Oleh karenanya dalam melakukan pemadaman kebakaran dibutuhkan keterampilan khusus, disiplin tinggi dan kerjasama tim yang baik.

Adapun pemadaman kebakaran bertujuan untuk meminimalisir kerugian masyarakat dari kebakaran baik harta maupun jiwa. Dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di wilayah Provinsi DKI Jakarta difokuskan pada:

a)      Mengamankan pelaksanaan pembangunan dan asset pembangunan yang ada baik milik pemerintah maupun swasta;
b)     Mendorong seluruh pemilik bangunan baik komersil, industri dan bangunan umum untuk dapat melakukan upaya penanggulangan kebakaran secara mandiri;
c)      Melakukan pengaturan lebih detail mengenai sarana proteksi kebakaran dan sarana Penanggulangan Bencana jiwa dan harta benda pada seluruh bangunan;
d)     Mengembangkan prasarana kota berkaitan dengan permasalahan kebakaran dalam rangka mengantisipasi perkembangan kota yang di tandai oleh semakin beragamnya jenis bangunan serta peruntukannya.

Kebijakan penanggulangan kebakaran yang dilaksanakan oleh pimpinan tingkat atas (dinas) menjadi teknis bagi pelaksanaan di tingkat bawah yaitu suku dinas (tingkat kota), sektor (tingkat kecamatan) dan pos (tingkat kelurahan). Hal tersebut dilakukan guna mempercepat response time (waktu tanggap) penanggulangan kebakaran di Wilayah Provinsi DKI Jakarta.




3.      Penyelamatan
Tugas Penyelematan yang menjadi tanggung jawab Dinas meliputi:

a)      Melakukan kebijakan teknis Penyelamatan;
b)     Memegang komando Penyelamatan serta berkordinasi dengan instansi terkait baik pemerintah, swasta dan potensi masyarakat yang bergerak dibidang Penyelamatan;
c)      Melakukan upaya pembinaan sumber daya manusia dalam tindakan Penyelamatan;
d)     Melakukan penegakan peraturan Penyelamatan dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta;
e)      Membuat standardisasi Penyelamatan pada pemerintah, swasta dan masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 96 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta, susunan struktur organisasi Dinas , adalah sebagai berikut :
a. Kepala Dinas;
b. Sekretariat, terdiri dari:
1. Subbagian Umum;
2. Subbagian Kepegawaian;
3. Subbagian Program dan Anggaran; dan
4. Subbagian Keuangan.
c. Bidang Pencegahan Kebakaran, terdiri dari:
1. Seksi Bina Teknis Pencegahan;
2. Seksi Inspeksi; dan
3. Seksi Penindakan.
d. Bidang Operasi, terdiri dari:
1. Seksi Rencana Operasi;
2. Seksi Bantuan Operasi Penanggulangan Bencana; dan
3. Seksi Pengendalian Operasi.
e. Bidang Sarana, terdiri dari:
1. Seksi Pengadaan;
2. Seksi Pergudangan dan Distribusi; dan
3. Seksi Pengendalian Sarana.
f. Bidang Penanggulangan Bencana, terdiri dari:
1. Seksi Penanggulangan Bencana transportasi dan bangunan runtuh;
2. Seksi Penanggulangan Bencana air dan ketinggian; dan
3. Seksi Penanggulangan Bencana darurat, medical responder, dan Bahan Berbahaya dan Beracun.
g. Bidang Partisipasi Masyarakat, terdiri dari:
1. Seksi Informasi dan Publikasi;
2. Seksi Ketahanan; dan
3. Seksi Kerja sama dan Korps Musik.
h. Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kota Administrasi;
i.  Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kabupaten
    Administrasi;
j.  Unit Pelaksana Teknis;
k. Sektor Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana; dan
i.  Kelompok Jabatan Fungsional.

Unduh selangkapnya : Rencana Strategis 2013-2017 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More